Peranan CSR Bagi Perpustakaan
Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri. Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya, mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD, LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet. (http://id.wikipedia.org)
Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia. Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer). (http://id.wikipedia.org)
Pentingnya akan perpustakaan terebut, maka sudah menjadi keharusan setiap orang dapat mengakses dan memanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan maksimal ini dapat dikembangkan dengan mendekatkan keberadaan perpustakaan di tengah-tengah masyarakat sehingga masyarakat akan termotivasi selalu membaca dengan hadirnya beberapa media informasi baik yang bersifat berita maupun pengetahuan. Upaya penyedian perpustakaan di tengah masyarakat inilah yang kemudian dinamakan perpustakaan untuk rakyat.
Filosofi perpustakaan untuk rakyat didasari dari konsep berfikir society, yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Makna visi, misi yang dibawa adalah kemitraan dengan rakyat selaku pihak swasta/ rakyat biasa. Sebagaimana beberapa program pemerintah pusat sekarang yang lebih mengharapkan peran banyak dari rakyat untuk menentukan sendiri apa keinginan yang diharapkan dalam pengelolaan bantuan yang diterima, seperti program PNPM dll.
Pengembangan perpustakaan untuk rakyat sebagaimana tujuan perpustakaan umumnya bertujuan membantu masyarakat dalam segala umur dengan memberikan kesempatan dengan dorongan melalui jasa pelayanan perpustakaan agar mereka: a. Dapat mendidik dirinya sendiri secara berkesimbungan; b. Dapat tanggap dalam kemajuan pada berbagai lapangan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial dan politik; c. Dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang lebih baik; d. Dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, membina rohani dan dapat menggunakan kemempuannya untuk dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia; e. Dapat meningkatkan tarap kehidupan seharihari dan lapangan pekerjaannya; f. Dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam membina saling pengertian antar bangsa; g. Dapat menggunakan waktu senggang dengan baik yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial.
Perpustakaan untuk rakyat merupakan lembaga yang aktivitas utmanya melayani peminjaman media baca yang diantaranya buku-buku bacaan menjadi akan lebih hidup jika tidak sekedar melaksanakan kegiatan ini namun didampingi berbagai kegiatan lain yang mendukung pengembangan kegiatan minat baca.
Manfaat dari perpustakaan untuk rakyat dapat membantu untuk memelihara dan meningkattkan efisiensi dan efektifitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan untuk rakyat yang terorganisir secara baik dan sisitematis, secara langsung atau pun tidak langsung dapat memberikan kemudahan pembelajaran bagi masyarakat umumnya dan lembaga pendidikan perpustakaan tersebut berada. Hal ini, terkait dengan kemajuan bidang pendidikan dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan.
Dalam pengelolaan perpustakaan untuk rakyat dapat melakukan pelayanan operasional peminjaman berupa :
- Koleksi perpustakaan ada pada perpustakaan
- Berpusat pada layanan pinjam antar perpustakaan, resource sharing, dan masyarakat dapat menggunakan perpustakaan afiliasi.
- Pengiriman materi dari instuasi induk kepada masyarakat yang membutuhkan
- Berhubungan dengan penggunaan teknologi untuk mengakses sumber-sumber informasi elektronik.
Dalam pengelolaan perpustakaan untuk rakyat dilaksanakan secara dinamis. Dalam artian koleksi yang ada harus selalu up-to date dan ada hal baru tiap harinya. Jika pemikiran ini ditiadakan akan menyebabkan pengguna sebuah perpustakaan banyak enggan lagi menggunakan perpustakaan dengan koleksi perpustakaan itu.
Keadaan lain untuk peningkatan perpustakaannya lebih nyaman, lebih mudah dan cepat menemukan buku di rak dan pelayanan petugas.Pengembangan koleksi juga harus secara berkala memeriksa data pinjam antar perpustakaan, bila pelayanan itu ada. Bila ada buku atau jurnal yang tidak dimiliki perpustakaan, tetapi sering diminta melalui pinjam antar perpustakaan, berarti buku atau jurnal itu mempunyai peminat yang tinggi, sehingga sewajarnya bila buku atau jurnal itu dimiliki oleh perpustakaan. Bila buku atau jurnal itu sudah ada di koleksi, tetapi juga banyak diminta melalui pinjam antar perpustakaan, berarti diperlukan duplikat yang lebih banyak untuk buku tersebut. Untuk jurnal yang biasanya sangat mahal harga berlangganannya, perlu dipikirkan bagaimana sistem baca di tempat yang lebih memberikan kesempatan yang merata kepada pengguna.
Program perpustakaan untuk rakyat harus dilaksanakan dengan kegiatan yang kompreherensif dan berkesinambungan. Kegiatan perpustakaan ini dapat dilakukan menyeluruh dari hilir hingga hulu, yakni dari nol sampai permanen dan atau dapat dilakukan berkesinambungan berupa pengembangan yang sudah berdiri dan sudah ada pengelolaan perpustakaan di desa/kelurahan masing-masing.
Perpustakaan untuk rakyat merupakan rancang pengembangan minat baca dan menyediakan fasilitas perpustakaan yang representatif dan kapabel di tingkat-tingkat kelurahan. Kegiatan ini tidak bersifat indisentil/ hanya sekali, sesaat namun dilakukan secara permanen dan berkesinambungan. Artinya dilakukan secara kontinu selama beberapa tahun dengan program pengadaan, pembangunan, penyediaan, pemeliharaan, dan pengembangan keberlanjutan.
Pengembangan perpustakaan untuk rakyat melalui program CSR secara insidental telah dilaksanakan oleh beberapa perusahaan yang telah melakukan program sosialnya. Untuk itu dalam rangka mengmbangkan kegiatan tersebut ditindaklanjuti dengan pengadaan kegiatan secara permanen dan berkelanjutan.
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) mulai popular dikalangan industri di Indonesia terutama setelah disahkannya Undang-Undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Kalangan industri bisa menjadikan perpustakaan sebagai target pelaksanaan CSR nya dengan beberapa pertimbangan. Pertama, karena perpustakaan merupakan sarana pendidikan baik formal maupun non formal yang memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan intelektual bangsa, sehingga dengan membantu pengembangan perpustakaan maka suatu perusahaan telah membantu,upaya mencerdaskan bangsa. Kedua, karena perpustakaan merupakan public service area yang banyak dikunjungi masyarakat. Dengan memberikan bantuan pada perpustakaan, maka perusahaan dapat meminta perpustakaan untuk memasang identitas perusahaannya (logo) di lingkungan perpustakaan yang bersangkutan. Kehadiran logo perusahaan di suatu perpustakaan akan memiliki nilai promosi bagi perusahaan yang bersangkutan. Bagi perpustakaan sendiri, bantuan yang diberikan perusahaan dalam rangka CSR akan sangat bermanfaat untuk pengembangan perpustakaan, sehingga perpustakaan dapat lebih meningkatkan kiprahnya dalam memenuhi fungsinya sebagai sarana simpan karya manusia, sebagai pusat informasi, sebagai pusat rekreasi, sebagai pusat budaya dan sebagai sarana belajar masyarakat. (Neneng Komariah, Dra., M.Lib, Perpustakaan Sebagai Target Corporate Social Responsibility (Csr), http://pustaka.unpad.ac.id/archives/52957/)
Schermerhorn (1993) memberi definisi CSR sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal. CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip kesuka¬relaan dan kemitraan (Nuryana, 2005). Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan sering diidentikkan dengan CRS ini antara lain Pemberian/Amal Perusahaan (Corporate Giving/ Charity), Kedermawanan Perusahaan (Corporate Philanthropy). Relasi Kemasyarakatan Perusahaan (Corporate Community/Public Relations), dan Pengembangan Masyarakat (Community Develop¬ment). Keempat nama itu bisa pula dilihat sebagai dimensi atau pendekatan CSR dalam konteks Investasi Sosial Perusahaan (Corporate Social Investment/Investing) yang didorong oleh spektrum motif yang terentang dari motif “amal” hingga “pemberdayaan” (Briliant dan Rice, 1998; Burke, 1988: Suharto, 2006). (Prof. Dr. H. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., Sinkronisasi Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan Hukum Pajak Sebagai Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Di Indonesia , http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=199, Jumat, 11 September 2009, Pidato Guru Besar).
Adapun faktor-faktor pendorong utama bagi perusahaan mengapa perusahaan harus mengimplementasikan CSR. Ketiga faktor pendorong tersebut adalah (Raynard dan Fortates, 2002):
- Terjadinya perubahan nilai-nilai (values). Perusahaan banyak yang secara sukarela mengubah orientasinya, yaitu dari semula hanya mementingkan pemupukan pendapatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya, menjadi harus pula bertanggung jawab terhadap masyarakat, baik masyarakat lokal dimana mereka berada maupun masyarakat dunia, dan terhadaap lingkungan bisnisnya. Hal tersebut merupakan perubahan sikap moral dari perusahaan. Perubahan sikap moral tersebut telah mendorong perusahaan untuk mengubah pula nilai-nilai (values) yang berlaku sebagai budaya kerja (corporate culture) perusahaan tearsebut.
- Strategi; oleh karena terjadi perubahan orientasi yaitu perusahaan harus lebih bertanggung jawab terhadap masyarakat dan terhadap lingkungan, maka strategi perusahaan juga harus disesuaikan.
- Public pressure; berbagai kelompok LSM, konsumen, media, negara, dan badan-badan publik lainnya telah menuntut dengan keras agar perusahaan-perusahaan lebih bertanggung jawab terhadap masyarakat, baik masyarakat lokal di mana mereka berada dan masyarakat dunia.
(Prof. Dr. H. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., Sinkronisasi Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan Hukum Pajak Sebagai Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Di Indonesia , http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=199, Jumat, 11 September 2009, Pidato Guru Besar)
Berbagai kegiatan CSR yang berlangsung selama ini memberikan gambaran kepada kita mengenai pola model CSR perusahaan sebagai entitas bisnis. Secara umum ada 4 pola atau model CSR yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan. Keempat model tersebut adalah:
- Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dan tugas pejabat public relation. Mereka inilah, dengan dengan dibantu oleh staff lain yang menjalankan berbagai aktivitas CSR. Fenomena terbaru adalah dibentuknya kelompok atau kepanitiaan dengan nama ”Peduli” di beberapa perusahaan untuk melakukan kegiatan sosial tersebut.
- Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca Cola Company, Yayasan Dharma Bakti Astra, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan). Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua. GE Fund dan lain-lain. Selain mendirikan yayasan, beberapa perusahan di Indonesia mulai mengadopsi pelibatan karyawan dalam kegiatan sosial. Perusahaan-perusahaan itu mulai mendorong organisasi karyawan dan pensiunan untuk aktif dalam kegiatan sosial. Mereka juga memberikan ijin untuk bagi karyawannya untuk memakai sebagian waktu kerjanya untuk memakai sebagian waktu kerjanya untuk kegiatan sosial. Perusahaan yang menerapkan pola ini antara lain General Electronics dengan nama GE Elfund dan City Bank lewat City Bank Peka.
- Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (Ornop), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial/ Ornop yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI). Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa, Instansi Pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos), universitas (UI, ITS, IPB), media massa (Kompas, Kita Peduli Indosiar). Lewat kerja sama ini semacam ini perusahaan tidak terlalu banyak disibukkan oleh program tersebut dan kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat lebih optimal karena ditangani oleh pihak yang lebih kompeten. Misalnya pada tahun 2009 ini Pertamina memberikan bantuan kepada UNS sebesar Rp 1 Milyar untuk penyempurnaan perpustakaan UNS.
- Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dan kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama. Pola ini pertama kali dipakai pada awal pada awal 1980 an ketika sejumlah individu dan perusahaan mendirikan Dana Mitra Lingkungan (DML). Pada usia yang hampir dua puluh tahun ini, DML memiliki 300 anggota, baik perusahaan maupun individu yang memberikan sumbangan sosialnya. DML kemudian menyalurkan dana bantuan itu kepada kelompok maupun individu yang memiliki kegiatan dengan visi dan misi sama dalam bidang lingkungan hidup. Contoh lain model ini dilakukan oleh Yayasan Mitra Mandiri (YMM) yang didirikan tahun 1995 yang merupakan afiliasi serta hasil alih teknologi dan United Way International.
(Prof. Dr. H. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., Sinkronisasi Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan Hukum Pajak Sebagai Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Di Indonesia , http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=199, Jumat, 11 September 2009, Pidato Guru Besar)
Model pelaksaan CSR juga bemacam-macam. Setidaknya terdapat empat model pelaksanaan CSR yang umum digunakan di Indonesia. Keempat model tersebut antara lain:
1. Terlibat langsung. Dalam melaksanakan program CSR, perusahaan melakukannya sendiri tanpa melalu perantara atau pihak lain. Pada model ini perusahaan memiliki satu bagian tersediri atau bisa juga digabung dengan yang lain yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan termasuk CSR.
2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau groupnya. Pada model ini biasanya perusahaan sudah menyediakan dana khusus untuk digunakan secara teratur dalam kegiatan yayasan. Contoh yayasan yang didirikan oleh perusahaan sebagai perantara dalam melakukan CSR antara lain; Danamon peduli, Samporna Foundation, kemudian PT. Astra International yang mendirikan Politeknik Manufaktur Astra dan Unilever peduli Foundation (UPF).
3. Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan menjalin kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga sosial non pemerintah, lembaga pemerintah, media massa dan organisasi lainnya. Seperti misalnya Bank Rakyat Indonesia yang memiliki program CSR yang terintegrasi dengan strategi perusahaan dan bekerjasama dengan pemerintah mengeluarkan produk pemberian kredit untuk rakyat atau yang di kenal dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Contoh lain adalah kerjasama perusahan dengan lembaga-lembaga sosial seperti Dompet Dhuafa, Palang Merah Indonesia dan lain sebagainya.
4. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.
(McComb, Michael, Corporate Social Responsibilities (CSR),, http://ginooo.wordpress.com/2009/03/07/corporate-social-responsibilities-csr/, 7 March 2009).
(McComb, Michael, Corporate Social Responsibilities (CSR),, http://ginooo.wordpress.com/2009/03/07/corporate-social-responsibilities-csr/, 7 March 2009).
Apapun alasan atau motif perusahaan melakukan CSR, yang pasti CSR penting dilakukan. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa CSR merupakan tabungan masa depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan sekedar keuntungan ekonomi tapi, tetapi lebih dari itu yaitu keuntungan secara sosial dan lingkungan alam bagi keberlanjutan perusahaan.
Oleh karena itu, tantangan kedepan dalam pelaksanaan CSR adalah mengenai persaman pandangan dan pemahaman tentang konsep dan bentuk CSR yang akan dijalankan. Karena tanpa suatu pemahaman yang jelas, pelaksanaan CSR hanya akan menjadi suatu program yang hilang makna. Bagian yang harus dingat adalah bahwa pelaksanaan CSR harus mengedepankan prinsip partisipatif, sustainabilitas serta akuntabilitas sehingga dapat terjamin efektivitas dan optimalisasi program CSR dan keberlanjutannya. (McComb, Michael, Corporate Social Responsibilities (CSR),, http://ginooo.wordpress.com/2009/03/07/corporate-social-responsibilities-csr/, 7 March 2009).
Sehubungan itu Program perpustakaan untuk rakyat di dedikasikan kepada tiap-tiap desa/kelurahan yang tiap tahunya dapat bergiliran dengan adanya monitoring dan evaluasi yang meyakinkan. Pendekatan dalam pengembangan program ini dilakukan secara bottom up, yakni dari usulan masyarakat bawah di lingkungan tiap kelurahan yang siap menjalankan kemitraan bersama untuk melaksanakan program ini.
Dengan model buttom up, diharapkan merupakan kesiapan masyarakat sekitar untuk mengembangkan program ini dan ke depannya pengelolaan akan tetap berjalan apabila dana hibah telah selesai dan diharuskan melanjutkan perputaran dana abadi untuk menghidupi pengelolaan perpustakaan yang telah dikembangkan.
Model pengembangan perpustakaan di tiap kelurahan dapat menjadi pilihan kegiatan CSR dengan alasan dalam pelaksanaanya dapat dilakukan kerjasama oleh beberapa perusahaan yang melakukan program CSR, artinya tidak hanya ditanggung oleh satu perusahaan. Sehingga dalam pelaksanaannya dapat merupakan kegiatan tunggal perusahaan ataupun gabungan dari beberapa perusahaan. Jika merupakan kegiatan tuggal, perusahaan menjadi sponsor utama yang menyediakan segala pendanaan kegitan pengembangan dari hulu hingga hilir. Sedang jika gabungan dapat dilakukan pembagian satu space program pengembangan kegiatan.
Dalam pelaksanaan program ini suatu perusahaan yang menjalankan program CSR menjalin kontrak kerjasama dengan beberapa kelembagaan seperti dengan yayasan, lembaga kepemudaan, lembaga swadaya masyarkat untuk menjalankan kegiatan ini. Pola kemitraan yang dilakukan merupakan pola CSR permanen dengan model pemberian bantuan menggunakan dua cara yang dijalankan sekaligus dana hibah serta dana abadi. Dana hibah dapat digunakan untuk pengadaan lahan, pembangunan tempat, penyediaan sarana-prasarana dan perlengkapan, pengadaan media baca, pendampingan kegiatan perpustakaan seperti pelatihan-pelatihan dan sosialisasi, serta pelayanan perpustakaan. Dana abadi merupakan bantuan yang tidak boleh dipakai habis namun merupakan dana tetap bagi lembaga yang menerima bantuan agar dana tersebut terus berkembang dan yang mana dalam operasionalnya dana tersebut merupakan tabungan pokok yang dalam penggunaannya harus menghasilkan dan yang dapat digunakan adalah hasil usaha dari pengelolaan dana tersebut.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh bagi perusahaan dengan mengimplementasikan CSR dengan model ini. Pertama, dapat melakukan sosialisasi keberlanjutan dengan masyarakat penerima bantuan sehingga mendapat image yang baik dari masyarakat luas. Kedua, perusahaan dapat melakukan kerjasama berkesinambungan dengan masyarakat penerima bantuan dalam mensosialisasikan misi usaha yang dimilikinya. Ketiga, perusahaan dapat menemukan berbagai tenaga potensial di lingkungan masyarakat yang menerima bantuan.
Komentar
Posting Komentar